User experience optimization isn’t just about what your product can do for users — it’s also about how your product makes people feel when they’re using it.
But from a business perspective, optimizing the user experience (UX) does much more than simply delight your users. Developing a better UX strategy today can save you time and money in the long run.
Tujuan strategi UX adalah untuk menyelaraskan tujuan bisnis dengan desain dan pengembangan produk untuk memastikan bahwa setiap interaksi pelanggan dioptimalkan untuk hasil tertentu. Dengan menunjukkan kebutuhan pengguna dan membangun produk yang memenuhi kebutuhan pelanggan Anda (bukan sebaliknya), Anda dapat membuat produk yang lebih sesuai dengan kebutuhan pelanggan dengan lebih sedikit uji coba (serta biaya!).
Terus baca untuk mengetahui cara — dan alasan — untuk membangun atau meningkatkan strategi yang efektif untuk pengguna Anda dan efisien untuk bisnis Anda.
Why UX strategy is good for business
Untuk menyeimbangkan tujuan bisnis dengan kegunaannya, Anda harus mengembangkan strategi UX yang dibangun dengan data nyata. Artinya, keputusan UX Anda harus berdasarkan penelitian (termasuk metrik, wawancara pengguna, umpan balik, dan analisis kompetitif) serta tujuan dan hambatan bisnis (seperti anggaran, lingkup proyek, dan bagaimana produk tersebut sesuai dengan misi perusahaan yang lebih besar).
Semakin Anda dapat mengurangi risiko dan mengganti asumsi dengan fakta nyata dan data terukur, semakin sedikit waktu dan uang yang akan terbuang untuk mengembangkan fitur atau produk yang tidak diinginkan pengguna. Oleh karena itu, sekarang kita akan melihat bagaimana Anda dapat mengukur, menghitung, dan mengoptimalkan UX produk digital dengan kombinasi strategi, metrik, umpan balik pengguna, dan praktik terbaik.
How to measure UX: Core KPIs for tracking success
When first deciding which key performance indicators (KPIs) to focus on, it helps to work backward from your end goals. Your metrics should be defined by your objectives. So, if you’re looking at the question of user experience optimization, start by observing user interaction with your product and identify any bottlenecks or roadblocks.
Then, once you know what the problem is, you can take a step back to see what can be done to streamline UX at that step. Some of the most common behavioral metrics you might look at to measure UX success include time on task, completion rates, error rates, adoption, and retention.
1. Average time on task
KPI ini memberitahu Anda berapa lama waktu yang dihabiskan pengguna untuk menyelesaikan tugas tertentu. Secara umum, semakin cepat pengguna dapat menyelesaikan tugas dengan sukses, semakin baik keseluruhan UX.
Jika Anda menginginkan data yang lebih spesifik tentang cara pelanggan menggunakan produk, pertimbangkan untuk menguraikan metrik menjadi dua segmen: Rata-rata lama penyelesaian tugas pada upaya awal dan rata-rata lama penyelesaian tugas pada upaya berulang.
Perhatikan bahwa perincian ini sangat berharga untuk tugas berulang yang seringkali harus diselesaikan oleh pengguna. Jadi, Anda tidak akan melihat upaya awal vs. upaya berulang saat mengukur proses penyiapan atau pendaftaran, karena masing-masing pengguna hanya akan melalui setiap proses tersebut satu kali. Akan tetapi, Anda tentu dapat mengukur seberapa lama rata-rata waktu yang dibutuhkan pengguna untuk menyelesaikan penyiapan dan beradaptasi dengan penyederhanaan proses sebanyak mungkin.
2. Task completion rate
Metrik ini juga dikenal sebagai “tingkat keberhasilan tugas,” yang mengungkapkan persentase pengguna yang menyelesaikan masing-masing langkah dalam alur pengguna.
Mudah sekali mengukur tingkat penyelesaian untuk tugas tertentu yang memiliki awal dan akhir yang jelas. Misalnya, jika Anda mengukur tingkat keberhasilan untuk pendaftaran, jelas terlihat saat pengguna gagal melengkapinya karena mereka keluar dari aplikasi sebelum membuat akun.
Meskipun tidak benar-benar mendiagnosis masalah, metrik ini memungkinkan desainer produk untuk melihat letak masalah yang dialami pengguna. Bisa jadi pengguna membatalkan proses karena kebingungan, saat diperlukan terlalu banyak usaha, atau saat langkah selanjutnya belum jelas. Tingkat penyelesaian tugas yang rendah menandakan bahwa Anda perlu mendesain ulang aspek alur pengguna Anda.
3. Error occurrence rate
Tingkat terjadinya kesalahan manusia melacak frekuensi pengguna melakukan kesalahan selama tugas tertentu. Mengukur tingkat kesalahan dapat membantu Anda memahami tempat pengguna menghadapi kesulitan dengan produk Anda, yang dapat digunakan untuk membantu memandu pembaruan produk dan keputusan desain di masa mendatang.
Melacak tingkat kesalahan membantu Anda menjawab pertanyaan seperti:
- Apakah ada keperluan akan edukasi atau pelatihan?
- Apakah antarmuka terlalu rumit?
- Apakah ada cara menyederhanakan tugas untuk meminimalkan atau bahkan mencegah terjadinya kesalahan umum?
Dengan menyoroti kesalahan umum yang dilakukan pengguna, metrik ini memungkinkan Anda untuk melihat bagaimana perangkat lunak atau platform dapat dirancang ulang untuk meminimalkan kesalahan. Misalnya, jika pengguna seringkali melakukan kesalahan dalam mengisi formulir, bisa jadi bidang tersebut tidak secara jelas menunjukkan cara memformat informasi yang dibutuhkan. Atau mungkin formulir tersebut terlalu panjang, yang menyebabkan pengguna melewatkan bidang tertentu.
4. Adoption rate
Tingkat adopsi umum Anda terlihat pada jumlah pengguna baru yang diperoleh selama jangka waktu tertentu. Akan tetapi, Anda sebaiknya juga mempertimbangkan untuk mengukur adopsi fitur baru saat Anda meluncurkannya. Hal ini memberikan wawasan tentang seberapa cepat produk Anda berkembang atau seberapa banyak pengguna yang mencoba fitur baru.
Misalnya, jika tidak seorang pun menggunakan fitur baru saat diluncurkan, kemungkinan terdapat masalah dengan sistem navigasi atau diperlukan edukasi pengguna yang lebih baik. Di sisi lain, bisa jadi pengguna tidak melihat fitur tersebut sebagai hal yang bernilai dan ada kemungkinan fitur tersebut tidak diperlukan.
5. Retention rate
Tingkat retensi mengukur persentase pengguna yang terus menggunakan produk Anda dalam jangka panjang. Anda dapat menghitung retensi dengan membandingkan pengguna aktif harian dengan pengguna baru harian. Tergantung pada siklus hidup produk, Anda mungkin ingin mengukur retensi dalam kelompok — yaitu, melacak berapa banyak pengguna yang bertahan selama jangka waktu satu minggu, satu bulan, tiga bulan, enam bulan, dan seterusnya.
Melihat tingkat retensi membantu mengidentifikasi fitur mana yang harus diprioritaskan dan memperjelas langkah terbaik selanjutnya pada peta arah produk Anda. Misalnya, jika orang mengakses fitur baru setelah fitur tersebut aktif, namun kemudian tidak menggunakannya lagi, jelas sekali bahwa mereka mengetahui fitur tersebut, tetapi tidak merasa bahwa fitur itu berguna atau tidak menikmati penggunaannya.
How to quantify UX: Collecting user feedback
Untuk mendapatkan gambaran utuh pengalaman pengguna, Anda harus langsung menuju ke sumbernya. Mengumpulkan umpan balik pengguna membantu mengukur aspek pengalaman pengguna yang tidak dapat dilacak secara otomatis — seperti pendapat pengguna akan produk Anda secara keseluruhan serta interaksi dan fitur tertentu.
Metrik berdasarkan umpan balik pengguna seringkali merujuk pada KPI terkait sikap, karena indikator tersebut mengukur perasaan pengguna tentang pengalaman produk (bukan hanya tentang interaksi yang berperan).
1. Net promoter score
Net promoter score (NPS) mencoba untuk mengukur UX dengan satu pertanyaan dasar: “Seberapa besar kemungkinan Anda merekomendasikan produk ini kepada orang lain?” Jawaban disediakan dalam skala satu hingga sepuluh mulai dari tidak mungkin sama sekali hingga sangat mungkin. Apakah pengguna akan merekomendasikan produk atau layanan tidak hanya memberitahu Anda apakah mereka berencana untuk terus menggunakannya, tetapi apakah mereka cukup senang untuk mencoba mempromosikan produk Anda sendiri.
2. Customer satisfaction
Mirip dengan NPS, menghitung skor kepuasan pelanggan (CSAT) Anda adalah cara cepat untuk mengukur pengalaman pengguna. Cukup tanyakan kepada pengguna seberapa puas mereka dengan produk tersebut dan minta mereka memilih satu dari lima opsi, mulai dari sangat tidak puas hingga sangat puas. Balasan biasanya diberi nilai dari 100 dan rata-rata skor CSAT Anda ditampilkan dalam persentase.
Anda dapat mengumpulkan data untuk skor CSAT selama wawancara pengguna atau melalui survei online. Jika Anda lebih suka menghubungi pengguna saat mereka aktif menggunakan produk tersebut, jadwalkan kemunculan jendela pop-up setelah dua atau tiga tugas atau interaksi yang menanyakan “Seberapa besar kemungkinan Anda merekomendasikan ini ke teman Anda?”
Untuk mendapatkan hasil yang lebih bernuansa, pertimbangkan untuk mengukur CSAT di berbagai poin pengalaman pengguna untuk mendapatkan pemahaman yang lebih luas tentang perasaan pengguna saat menggunakan produk tersebut. Misalnya, pengguna baru mungkin menjawab berbeda saat mereka pertama kali mendaftar atau menyelesaikan proses penyiapan dibandingkan pengguna yang telah menggunakan produk selama beberapa bulan.
3. System usability scale
Skala kegunaan sistem (SUS) melibatkan kuesioner yang membantu desainer produk mengukur seberapa mudah produk mereka digunakan dan seberapa sukses menjalankan fungsinya. Kuesioner SUS asli, yang dibuat oleh John Brooke pada tahun 1986, meminta pengguna untuk menilai serangkaian pernyataan dalam skala satu hingga sepuluh.
Dengan pernyataan yang dimulai dari “Saya merasa produk ini seharusnya tidak serumit ini” hingga “Saya rasa banyak orang akan mempelajari menggunakan perangkat lunak ini dengan cepat,” SUS tersebut dirancang untuk mengungkapkan perasaan pengguna terkait fitur pengalaman pengguna, fitur, dan antarmuka produk. Anda dapat melaksanakan wawancara pengguna dan berbicara dengan mereka langsung melalui telepon atau mengirim kuesioner melalui email.
How to optimize UX: Best practices for modern digital products
Untuk mengoptimalkan pengalaman pengguna, ada beberapa praktik terbaik yang perlu diingat saat merancang antarmuka, mengembangkan fitur, dan merencanakan peta arah produk di masa mendatang. Mengikuti praktik terbaik ini akan membantu Anda meningkatkan pengalaman pengguna dan diharapkan mendorong KPI terkait sikap dan perilaku ke arah yang benar.
1. Intuitive interface
Pengalaman pengguna lebih dari sekadar tentang bagaimana pelanggan menggunakan produk Anda dan manfaat yang ditawarkan. UX juga terkait dengan kemudahan untuk memperoleh nilai maksimal dari produk atau layanan Anda. Untuk solusi digital, antarmuka pengguna dan arsitektur informasi memainkan peran besar dalam seberapa mudah atau sulit produk itu dipelajari dan dikuasai.
Cara mudah untuk menyederhanakan interaksi pengguna dan mengurangi margin kesalahan yaitu merancang produk untuk mengisi dokumen dan formulir terlebih dahulu jika memungkinkan dengan data pengguna yang sebelumnya telah dimasukkan dan disimpan (fitur seperti inilah yang membantu Instacart melakukan orientasi kontraktor 270% lebih cepat).
2. Appropriate onboarding flow
Kurva pembelajaran yang curam atau proses penyiapan yang sulit dapat merugikan pengguna Anda bahkan sebelum mereka merasakan potensi penuh produk Anda. Dalam banyak kasus, kurva pembelajaran awal dapat dikurangi dengan menyederhanakan pendaftaran dan penerapan. Untuk produk lebih kompleks yang tidak dapat disederhanakan secara wajar tanpa menyingkirkan fitur inti, membuat proses penyiapan yang lebih detail memungkinkan Anda untuk mengedukasi pengguna sejak awal.
3. Single Sign-On capabilities
Kenyamanan sistem masuk tunggal mengurangi hambatan dengan memungkinkan pengguna untuk mengakses beberapa alat atau fitur dari satu akun. Hal ini tidak hanya menciptakan pengalaman pengguna lintas platform yang sederhana, namun juga mencegah frustrasi yang tidak penting, yang membuat manajemen kata sandi menjadi mudah, dan mengakibatkan lebih sedikit permintaan reset kata sandi.
4. Premium branding integrations
Premium branding offers a user-friendly alternative to offsite portals and third-party logins. Redirecting users to a third-party login page disrupts the UX, complicates the user flow, and makes the entire process of using your product feel like it requires more effort.
Plus, sending users away from your platform or website takes away from your brand. By offering premium branding experiences to your users, you’re creating a seamless UX and benefiting your brand image by keeping users within your ecosystem.
See for yourself how slick premium branding can be with this example of Dropbox Sign’s signer page in action.
5. Mobile-friendly design
In this day and age, the importance of creating mobile-friendly (if not mobile-first) products is a given. Your users have come to expect modern digital products that work seamlessly across multiple devices and screen sizes. From a UX perspective, the ability to access your platform anytime, anywhere creates one less point of friction that could interrupt a positive experience.
6. Scalable systems
Tidak hanya menjadi produk digital terbaik yang mudah untuk memulainya, tetapi sistem ini juga dibuat untuk menangani permintaan yang meningkat seiring dengan tingkat kebutuhan pengguna.
Saat merancang atau memperbarui perangkat lunak atau produk Anda, pertimbangkan nilai penawaran kemampuan kolaboratif dan sinkronisasi lintas platform yang akan memungkinkan banyak pengguna untuk mengakses informasi bersama. Hal ini sangat relevan saat merancang untuk tim jarak jauh dan audiens B2B.
Is your customer experience competition-ready?
Di dunia tempat sebagian besar perusahaan bersaing dalam hal pengalaman pelanggan namun sebagian kecil pelanggan berkata bahwa perusahaan sebenarnya memberikan pengalaman yang berharga; kami berharap 14 strategi, metrik, dan praktik terbaik ini membantu Anda membangun strategi UX yang sangat efektif bagi pengguna dan juga karyawan.
Mengikuti perkembangan
Thank you!
Thank you for subscribing!